"Poro kanca dolanan neng njaba
Padang bulan padange kaya rina...."
Lagi-lagi tembang itu. Di bawah sinar purnama belasan bocah cilik menyanyi gembira dalam sebuah lingkaran kebersamaan. Derai tawa dan senyum mewarnai bibir mungil mereka. Asih tersenyum melihat tingkah bocah-bocah cilik itu. Mengingatkan ia akan masa kecilnya dulu. Asih menengadahkan kepala. Purnama bersinar terang malam ini.
Walau hanya sekejap, dapat melenyapkan rasa gundahnya akan banyak hal. Akan susahnya mencari uang, akan sedihnya putus sekolah dan akan-akan yang lain. Dan bocah-bocah di hadapannya ini kelak harus menanggung masalah yang sama berat dengannya. Miris hati Asih memikirkannya.
"Asih!" seseorang memanggilnya. Asih mengerutkan keningnya. Heran.
"Kamu harus ikut aku!" lanjut orang itu. Menggandeng tangan Asih tak sabaran.
Berdua mereka menyusuri gang demi gang di pemukiman padat nan kumuh tempat mereka dibesarkan. Di pertigaan terakhir Asih melihat kerumunan orang di depan sebuah rumah. Rumah Asih. Asih menerobos kerumunan. Ia mendapati ibunya terbujur kaku bersimbah darah. Kecelakaan. Tadi sore. Selongsong peluru kaliber 50 menganga di jantung.
"Emaaaaaakkkk!!!!" Teriak Asih. Sedih, kaget, marah dan berbagai emosi bercampur jadi satu dalam batinnya.
Sementara itu dari sebuah bangunan seorang pria setengah baya tersenyum menyaksikan semua itu. Di tangannya tergenggam script. "DENDANG KITA SEMUA"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar