Pernah
kau rasakan pertemuan seperti hari ini?
“Hai,
bolehkah aku meminta waktumu sebentar?” aku memutar mata diam-diam, memilih
tetap menunduk. Sibuk berkutat dengan modul pelajaran tahun terakhir sambil
meneruskan berjalan. Langkah kaki itu terdengar lagi. Dua langkah di
belakangku.
“5 menit
saja,” tawar suara itu diiringi sumpah serapah yang kusimpan dalam hati.
Menyesali keputusanku melintasi jalanan kota yang padat di jam makan siang
seperti ini.
“Ayolah
tolong dengarkan sebentar..” tap. Tap. Tap. Masa
bodoh.
“Halo
Nona?” Tap. Tap. Tidakkah ia melihat? Aku
sedang sibuk.
“Tolong
dengarkan sebentar saja.” Tap. Keras
kepala. Aku tidak punya waktu untuk melayani promosi sales di pinggir jalan.
“Maaf
Tuan, aku sedang sibuk!” Aku membalikkan badan tiba-tiba. Orang itu mundur
selangkah terkejut. Mataku bertemu matanya.
“Halo
Nona, maaf-”
Ia
seumuran denganku. Ada lambang Teratai putih di saku kemeja satu lengan yang ia
kenakan. Lambang itu… Padma Academy.
Sekolah pinggiran tempat orang-orang buangan. Kabarnya sekolah itu suka membuat
keributan.
“Ayolah,
bicara sebentar denganku. Lima belas menit saja.” Rupanya ia belum menyerah. Aku
menggeleng pelan. Mengamati penampilannya sekali lagi.
“Ah,
tidak lima menit saja.” Tawarnya.
Tindik
berlapis di daun telinga…
“Oke,
bagaimana kalau satu menit?”
tato
naga di lengan kanan dan… seragam macam
apa itu?
“Kalau
kau benar-benar tidak ada waktu cukup dengarkan aku tiga puluh detik saja. Oke?
Hei-”
Orang ini berbahaya.Semacam penguntit
mungkin. Putusku sambil mulai berlari. Mengacuhkan permintaannya.
“Tungguuu!”
Aku menoleh ke belakang sambil terus berlari. Tidak, ia mengejarku.
“Toloongggg!!”
Aku mulai berteriak. Tidak melihat polisi tidur yang dengan manis menyandung
kaki. Badanku terlempar setengah meter ke depan. Aku menutup mataku. Bersiap
menghantam aspal. Tapi tidak. Dua belah lengan menangkap tubuhku dengan sigap.
Aku membuka mata perlahan. Penolongku tersenyum. Dandanannya adalah dandanan
seorang wanita. Tapi badannya adalah badan seorang pria. Apakah ia…
“Isabella!”
Penolongku menoleh pada pria yang mengejarku tadi.
“Oi, apa
yang kau lakukan Rei?”
“Aku
hanya tidak mau ia melarikan diri.” Jawab pria penguntit bernama Rei itu.
Pandanganku berkunang-kunang. Tanah seperti berputar. Pucuk gedung perkantoran
menyatu dengan langit membentuk lingkaran yang saling bersambungan. Kemudian
semuanya menjadi putih.
Anemia. Aku sudah terjaga bermalam-malam
mengkhawatirkan tentang ujian akhir.
“Oi oi,
apa yang terjadi?”
“Cepat
bawa dia ke studio.” Sayup-sayup aku mendengar orang bernama Isabella dan si
penguntit Rei itu bicara lalu semua hilang.
*
“Waaah,
kau sudah sadar?” Gadis berkucir dua itu menunduk ke arahku begitu aku membuka
mata. Penampilannya seperti cosplayer lolita yang sering kulihat di pinggir
jalan.
“Dimana
ini? Siapa kau?” kontan aku terduduk. Rei dan Isabella juga ada, menatapku.
“Hai. Aku
Sania Amara. Teman Rei dan Isabella. Kami murid akademi seni Padma. Ini studio
kami.”
Aku mengernyit.
“Studio?”
“Iya.
Kami membuat pakaian bersama-sama.” Jawabnya sambil menunjuk gulungan kain di
sudut ruangan dan mesin jahit serta manekin di sudut lainnya.
“Padma
Academy?” Aku berdiri merapikan seragamku.
“Waah
sekolah kami terkenal.” Sania tersenyum gembira.
“Tentu
saja. Apa kubilang!” Pemuda bernama Rei itu menimpali. Bangga sepertinya. Aku
mencibir.
“Tentu
saja terkenal. Terkenal karena yang diterima orang-orang bodoh seperti kalian.
Terkenal suka memukuli murid sekolah lain.”
“Aku
tidak memukul, hanya mengikutimu.” Rei memotong ucapanku cepat. Hening. Sudahlah. Aku tidak peduli.
“Aku mau
pulang. Terimakasih sudah merawatku.” Ucapku
basa-basi sambil beranjak meraih tasku dan berjalan ke arah pintu dengan papan
kayu exit di atasnya.
“Tunggu
Caroline!” aku membalikkan badan.
“Siapa
yang kau maksud? Aku?” Sania mengangguk.
“Kau
belum mengatakan siapa namamu. Sebenarnya kami ingin menawarimu menjadi model
kami di fashion show kelulusan kami
di Padma Academy-“
“Wow wow
wow, tunggu. Aku jadi model? Please,
kalian bercanda. Maaf aku tidak punya waktu meladeni urusan tidak penting
kalian dan baju-baju kalian. Dah.”
Tangan
Rei tahu-tahu sudah mencekal pergelanganku. “Hei!” protesku.
“Tarik
kembali kata-katamu.” Ucapnya dingin. Aku memutar mata. Enak saja.
“Apa
perlunya?!” Aku berteriak. Menentangnya.
“Hey!”
Ia berteriak. Cekalannya semakin kuat. Apa-apaan
maunya orang ini?
Tiba-tiba
pintu kayu itu terbuka. Seorang pria berdiri di sana. Mengenakan setelan jas
hitam santai dan kemeja putih serta vedora
hat hitam. Tangan kanannya menenteng sebuah gaun.
Ia tidak
menatap ke manapun kecuali mataku. Aku terpaku.
Pernahkah kau bertemu dengan seseorang yang ‘menakutkan’?
Sejak awal.. kau berpikir ‘orang ini membuatku takut’. Jika orang ini ada di
sekitarku, dia akan menghancurkan hidupku. Salah satu orang yang kau tidak akan
pernah tau apa yang akan mereka lalukan.
Pernahkah kau mengalami pertemuan seperti
itu?
Karena aku baru saja mengalaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar