Bilang jomblo aja
susahnya kok minta ampun sih? Renai mengerutkan keningnya. Tak habis pikir
sama sobat-sobatnya yang mengecam kejombloan mereka sebagai nasib buruk yang
harus di usir. Pergi jauh-jauh dari hidup mereka kalau perlu.
Tambah heran lagi kalau manusia-manusia abnormal itu
nggigitin taplak meja makan kantin bebarengan pas ngelihat Janitra –si cewek hits, model majalah Maniz, adik
kelas mereka- jalan ke sana kemari ngintil
Boiyan kemanapun cowok itu pergi.
Boiyan?
Iyaa. Si pangeran paling tampan se SMA Para-para, cowok
idola semua umat. Udah bodinya maco kayak Rain-Bee, kulitnya kuning langsat
semi coklat terbakar matahari, bola matanya coklat muda, kalau senyum.. Duh
mana ada yang nahan dikasih gigi sekinclong pepsodent
bonus double lesung pipit model gitu.
“Iiihhh genit banget sih si Janitra!” Caron meremas Bakpao
di tangannya gemas.
“Iyaaa! Ya ampun, lagaknya itu loh! Nempelin Boiyan mulu.
Dasar cewek sok kecantikan,” timpal Meike yang disambut gerutuan pelan Ciku.
“Emang cantikkan?” Acuh tak acuh Renai tetep asik menyantap
Mie Ayam Bakso porsi jumbo plus pangsit isi abon kesukaannya. Kontan Caron,
Meike dan Ciku mendelik. Heran sama ke ethelan
sobatnya yang emang terkenal cuek-cuek aja walau misalnya tornado bakal menyapu
SMA Para-para sepuluh detik lagi. Mau tak mau takjub sama porsi makan kulinya.
Ngalah-ngalahin porsi makan cowok-cowok klub Silat yang abis dapet hell training.
“Dasar payah.” Lama-lama Ciku sebel juga. “Nggak bosen apa
tiap hari berempat gini? Gersang tau, apa lagi ngeliatin oasis yang cuma
fatamorgana.” Pandangan mata Meike, Caron dan Ciku otomatis tertumbuk pada
Boiyan. Berusaha seacuh mungkin dengan kehadiran Janitra di sampingnya.
Mau nggak mau Renai ketawa juga ngelihat temen-temennya.
Antara sedih, prihatin dan… geli. Bikin
nggak enak hati mau ngomong. Batinnya.
“Cik cik!” Meike tiba-tiba menyikut Ciku. Yang disikut kaget
bukan main sampe nggak sengaja nyenggol gelas minum Caron yang isinya masih
tiga perempat gelas. Sukses tumpah, nyipratin baju Renai.”
“Hei!” Kontan semua noleh ke arah Meike. Meike sendiri
bukannya minta maaf malah kaku madep
depan. Telunjuknya udah kayak orang lagi tahiyat akhir. Nunjuk-nunjuk diiringi
mulutnya komat kamit.
“Itu… itu…” Ini orang
belagak gagap atau gimana sih? Batin Caron mengikuti arah telunjuk Meike.
Sekarang giliran Caron yang mangap. Bengong kayak orang
mupeng.
Renai dan Meike kontan menoleh menyaksikan dua sohibnya yang
tingkahnya udah kayak kesihir Uya Koya.
“Ini bukan mimpikan?” Bisik Ciku.
Layaknya adegan-adegan mainstream
ala drama korea, Boiyan berjalan dengan mode slow motion. Cahaya-cahaya silau membingkai sosoknya. Angin
berhembus sepoi-sepoi dan daun kering berjatuhan.
“Dia jalan ke arah kita Cikk!” Meike memekik senang.
“Aduh-aduh, muka minyakan gini,” Caron tiba-kontan mencari-cari tisu.
Begitu Boiyan berdiri satu meter di hadapan mereka yang cuma
dijarakin meja kantin, semua kontan menelan ludah. Glek. Nikmat dunia dah ini.
“Hai say, udah selesai makannya?” Boiyan tersenyum.
Lho perasaan cuma
pesen minum deh.
Ke kantin juga cuma
nongkrong, nggak makan.
Lho yang makan kan di
sini cuma…
“RENAAI??”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar